Oleh : Den-Den Rastugi (PK PAI IMM STAIDA M Garut)
Apa yang ada dalam pikiran
anda saat mendengar atau membaca kalimat sang panglima perang babilonia? Untuk
kaum akademis saat mendengar dan membaca kalimat panglima perang babilonia
secara implisit/tidak langsung pikiran kita akan menarik pandangan pandangan
yang negatif demi mendeskripsikan bentuk fisik/protife dari kalimat tersebut,
mungkin pikiran anda akan mengatakan bahwa panglima perang babilonia adalah
seorang yang haus akan darah, kejam, sadis,tidak
beradab dll, secara parsial pikiran anda dikatakan benar bila di sintesakan
dengan fakta sejarah, adalah
Nebukadnezar dari babiloniaseorangyang kejam.
Dia menyembelih anak-anak Zedekiah, Raja al Quds di depan
khlayak. Tidak cukup dengan itu, anak-anak Zedekiah itu kemudian dicungkil
matanya dan diseret sebagai tawanan (Imam Mahdi, karya Prof. Ali al Kurani), tokoh
ini memberikan daftar panjang terhadap stigma negatif dari sejarah babilonoia
ini walaupun tidak menutup kemungkinan adanya aspek positif dalam kehidupan
babilonia itu sendiri, saya rasa secara tentatif/sementara pikiran anda
telahmemproduksi prototipe/model riel mengenai panglima perang babilonia
tersebut, namun disini saya tidak akan membahas secara holistik mengenai
Panglima perang Babilonia ini, tetapi apabila kalimat panglima perang babilonia
ini di benturkan dengan kata kelas pikiran kita akan menghubungkan prototipe/model
rier tadi dengan gambaran kelas, sebagai sarana belajar peserta didk/mahasiswa,
mari kita kontemplasikan/bayangkan kausalitas/sebab dan akibat yang terjadi
pada peserta didik/mahasiswa tatkala seorang panglima perang babilonia memasuki
kelas dan memimpin peroses belajar
mengajar/PBM. John Goodlad seorang tokoh
pendidikan Amerika Serikat dengan penilitian yang berjudul “Behind Classroom
Doors” yang menjelaskan bahwa ketika para guru telah memasuki ruang kelas dan
menutup pintu kelas maka kualitas pembelajaran akan lebih banyak ditentukan
oleh guru.
Hal tersebut sangat masuk akal karena ketika proses pembelajaran,
guru bisa melakukanapa saja dikelas, ia akan tampil sebagai sosok fasilitator,inspirator,motivator
ataupun seorang diktator.dan seorang panglima perang babilonia tentu saja akan
tampil sebagai sosok diktator yang tidak disegani tetapi ditakuti oleh para
peserta didiknya, kelas yang dipimpin oleh panglima perang babilonia dengan metode
dan model pembelajaran konservatif/treadisional (otoriter/diktator) ini biasanya
mengakibatkan iklim dari proses
pembelajaran yang begitu sarat dengan ketegangan
dan kekakuan , alhasil/implikasinya dalam proses pembelajaran peserta didik tidak akan berkembang secara
kognitif daya ingat yang fluktuatif (sekarang ingat besok lupa) pola pikir yang
tidak kritis, kemudian secara afektif peserta didik tidak akan mempunyai kepercayaan
diri,motivasi dan keberanian untuk berinteraktif dalam proses pembelajaran,prilaku
kreativitas siswa yang berhubungan dengan pembelajaran sebagai
entitas/perwujudan dari sikomotorikpun tidak akan berkembang/dinamis, itu semuadikrnakan
pada proses transfer of konowledge (ceramah/teacher center)metode yang biasa
dilakukan oleh para diktator kelas ini tidak dapat dicerna secara masak oleh
peserta didik disebabkan yang ada dalam pikiran mereka hanyalah ketakutan
berbuat salah, seperti kesalahan menjawab (sebagai evaluasi pembelajaran) akan
menyebabkan mereka mendapatkan punishment fisik atau punishment verbal yang syarat akan bahasa-bahasa intimidasi, dan
ini akan berimplikasi pada keregresifan/kemunduran sikologis/mental/kompetensi anak menghadapi pembelajaran atau lebih jauhnya dalam
menghadapi kehidupan yang riel di
masyarakat. padahal dalam pasal 19 ayat
(1) PP No. 19 Tahun 2005 tentang Setandar Nasional, pembelajaran harus
disajikan secara menarik , wujud dari pemblajaran tersebut harus interaktif,
inspiratif menyenangkan, menantang memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memmberikan ruang yang cukup bagi prakarsa ,
kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat minat dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik.
Para pakar pendidikan modern seperti Prof.
Suyanto, Ph.D. Drs. Asep Djihad, M.Pd. saat ini setuju akan proses pembelajaran
seperti CBSA/studentt centerd (new Learning) dll, yang menuntut adanya proses
egalaiter/konselor antara guru dan peseta didik dalam proses pembelajaran
sehingga memberikan iklim pembelajaran yang menarik, jadi kepada para diktator
kelas/panglima perang babilonia segara bertobatlah .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar