Kamis, 23 Mei 2013

“Saat Sang Panglima Perang Babilonia Memasuki KELAS”

Oleh : Den-Den Rastugi (PK PAI IMM STAIDA M Garut)

Apa yang ada dalam pikiran anda saat mendengar atau membaca kalimat sang panglima perang babilonia? Untuk kaum akademis saat mendengar dan membaca kalimat panglima perang babilonia secara implisit/tidak langsung pikiran kita akan menarik pandangan pandangan yang negatif demi mendeskripsikan bentuk fisik/protife dari kalimat tersebut, mungkin pikiran anda akan mengatakan bahwa panglima perang babilonia adalah seorang yang haus akan darah, kejam, sadis,tidak beradab dll, secara parsial pikiran anda dikatakan benar bila di sintesakan dengan fakta sejarah,  adalah Nebukadnezar dari babiloniaseorangyang kejam.
Dia menyembelih anak-anak Zedekiah, Raja al Quds di depan khlayak. Tidak cukup dengan itu, anak-anak Zedekiah itu kemudian dicungkil matanya dan diseret sebagai tawanan (Imam Mahdi, karya Prof. Ali al Kurani), tokoh ini memberikan daftar panjang terhadap stigma negatif dari sejarah babilonoia ini walaupun tidak menutup kemungkinan adanya aspek positif dalam kehidupan babilonia itu sendiri, saya rasa secara tentatif/sementara pikiran anda telahmemproduksi  prototipe/model  riel mengenai panglima perang babilonia tersebut, namun disini saya tidak akan membahas secara holistik mengenai Panglima perang Babilonia ini, tetapi apabila kalimat panglima perang babilonia ini di benturkan dengan kata kelas pikiran kita akan menghubungkan  prototipe/model rier tadi dengan gambaran kelas, sebagai sarana belajar peserta didk/mahasiswa, mari kita kontemplasikan/bayangkan kausalitas/sebab dan akibat yang terjadi pada peserta didik/mahasiswa tatkala seorang panglima perang babilonia memasuki kelas dan memimpin  peroses belajar mengajar/PBM.  John Goodlad seorang tokoh pendidikan Amerika Serikat dengan penilitian yang berjudul “Behind Classroom Doors” yang menjelaskan bahwa ketika para guru telah memasuki ruang kelas dan menutup pintu kelas maka kualitas pembelajaran akan lebih banyak ditentukan oleh guru. 
Hal tersebut sangat masuk akal karena ketika proses pembelajaran, guru bisa melakukanapa saja dikelas, ia akan tampil sebagai sosok fasilitator,inspirator,motivator ataupun seorang diktator.dan seorang panglima perang babilonia tentu saja akan tampil sebagai sosok diktator yang tidak disegani tetapi ditakuti oleh para peserta didiknya, kelas yang dipimpin oleh panglima perang babilonia dengan metode dan model pembelajaran konservatif/treadisional (otoriter/diktator) ini biasanya mengakibatkan  iklim dari proses pembelajaran yang begitu sarat dengan ketegangan dan kekakuan , alhasil/implikasinya dalam proses pembelajaran  peserta didik tidak akan berkembang secara kognitif daya ingat yang fluktuatif (sekarang ingat besok lupa) pola pikir yang tidak kritis, kemudian secara afektif peserta didik tidak akan mempunyai kepercayaan diri,motivasi dan keberanian untuk berinteraktif dalam proses pembelajaran,prilaku kreativitas siswa yang berhubungan dengan pembelajaran sebagai entitas/perwujudan dari sikomotorikpun tidak akan berkembang/dinamis, itu semuadikrnakan pada proses transfer of konowledge (ceramah/teacher center)metode yang biasa dilakukan oleh para diktator kelas ini tidak dapat dicerna secara masak oleh peserta didik disebabkan yang ada dalam pikiran mereka hanyalah ketakutan berbuat salah, seperti kesalahan menjawab (sebagai evaluasi pembelajaran) akan menyebabkan mereka mendapatkan punishment fisik atau punishment verbal yang syarat akan bahasa-bahasa intimidasi, dan ini akan berimplikasi pada keregresifan/kemunduran sikologis/mental/kompetensi anak menghadapi pembelajaran atau lebih jauhnya dalam  menghadapi kehidupan yang riel di masyarakat. padahal dalam pasal 19 ayat  (1) PP No. 19 Tahun 2005 tentang Setandar Nasional, pembelajaran harus disajikan secara menarik , wujud dari pemblajaran tersebut harus interaktif, inspiratif menyenangkan, menantang memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memmberikan ruang yang cukup bagi prakarsa , kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. 
Para pakar pendidikan modern seperti Prof. Suyanto, Ph.D. Drs. Asep Djihad, M.Pd. saat ini setuju akan proses pembelajaran seperti CBSA/studentt centerd (new Learning) dll, yang menuntut adanya proses egalaiter/konselor antara guru dan peseta didik dalam proses pembelajaran sehingga memberikan iklim pembelajaran yang menarik, jadi kepada para diktator kelas/panglima perang babilonia segara bertobatlah .

Referensi : 
Suyanto. Dan djihad, A. 2012. Bagaimana Menjadi Calon Guru dan Guru Profesional. Yogyakarta Multi Pressindo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar